Selasa, 05 Januari 2010

Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah


Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah dipilih terutama karena kelebihan dan kebaikan-kebaikannya dibanding hari-hari lain dalam kalendar Islam (komariyah). Allah Swt. dengan segala kebijakan dan kasih sayangNya telah memilih untuk membagikan rahmat dan pahala pada kesepuluh hari tersebut. Dan berkat kedudukan sepuluh hari yang mulia ini, Allah Swt. telah bersumpah ketika Dia berfirman di dalam Al-Qur'an (Demi Fajar, dan malam yang sepuluh) (Al-Fajr 89:1–2).

Menurut sebagian ahli tafsir, sepuluh malam yang disebutkan dalam surat Al-fajr tidak lain adalah sepuluh malam pertama di bulan Dzulhijjah; sedang para ahli tafsir lainnya berpendapat bahwa sepuluh malam dalam ayat tersebut adalah sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Namun tidak ada yang menyangkal bahwa sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah memiliki keutamaan dan kebaikan yang banyak. Hal ini telah diriwayatkan oleh Nabi Muhammad Saw., “Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).”

Berdasarkan hadits di atas dan tradisi yang sama, para ulama menekankan bahwa hari-hari di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah harus diisi dengan ibadah-ibadah, berbuat amal kebajikan dan bertafakur. Dalam Islam berbuat amal kebajikan dan bertafakur tidak bisa terpisahkan.

Kegiatan-kegiatan yang mengandung nilai ibadah seperti membaca Al-Qur'an; berzikir dan berdoa; mengerjakan shalat Sunnah; bershalawat atas Nabi Muhammad Saw.; menjaga sikap baik dan kasih sayang; mengunjungi orang yang sedang sakit; mengajak kepada kebaikan dan melarang kepada keburukan; mendamaikan, rekonsiliasi, dan menjaga kerukunan di masyarakat; membantu mereka yang sedang tertekan atau membutuhkan dan banyak lagi yang lainnya. Walaupun kegiatan-kegiatan seperti ini mestinya dilakukan setiap hari selama hidupnya oleh tiap-tiap Muslim, namun pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah agar lebih diperbanyak lagi.

Berpuasa merupakan ibadah yang memiliki pahala besar yang dilakukan pada sembilan hari awal di bulan Dzulhijjah; dan ini benar bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah Haji. Menurut beberapa tradisi; dengan berpuasa pada sembilan hari tersebut, seseorang akan berkesempatan untuk mendapatkan pintu maaf dan ampunan. Jika seandainya ada yang tidak mampu untuk berpuasa selama sembilan hari di bulan Dzulhijjah, maka dia boleh berpuasa minimal pada hari kesembilannya saja yang disebut dengan Hari Arafah. Namun perlu juga dicamkan walaupun hukumnya dianjurkan untuk berpuasa pada sembilan hari awal di bulan Dzulhijjah tapi kita dilarang untuk berpuasa pada hari kesepuluhnya atau pada hari 'Eid. Larangan ini tidak hanya pada tanggal sepuluh Dzulhijjah tapi juga untuk hari kesebelas, keduabelas dan ketigabelas, 4 hari ini adalah hari raya dan pesta perayaannya.

Perlu juga disampaikan bahwa keutamaan sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah tidak terlepas dari ritual Haji. Beberapa hari dalam ritual haji yang penting adalah: hari tarwiyah, yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah dan saat itu adalah hari dimana para jemaah haji memulai ihram dan dilanjutkan ke Mina; Hari Arafah yang jatuh pada hari kesembilan, hari dari ritual yang berlangsung di padang Arafah; dan hari nahr, yang jatuh pada hari kesepuluh dan merupakan hari kurban dan melempar jamarat.

Fakta bahwa para jemaah haji berkumpul di tempat suci untuk melaksanakan ritual Haji merupakan ajang yang sangat penting; dan untuk itulah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah Haji untuk menunjukkan solidaritas spiritual dan emosional kepada para jemaah haji. Untuk itulah, saat para jemaah Haji melakukan ritual Haji, umat Islam dimana pun berada dianjurkan untuk ambil bagian dengan memperbanyak ibadah dan perbuatan-perbuatan baik semampu mereka.

Semoga Allah yang Maha Besar dan Maha Suci memberikan kita hikmah dari ritual ini dan merahmati kita semua yang ikut ambil bagian didalamnya dengan segenap raga, pikiran dan jiwa. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar